salafypsusu

The Way Of The SALAF

Tragedi (Pengagungan) Kuburan Makam Keramat Mbah Priok di Tanjung Priok Jakarta

Posted on 14/04/2010 by admin

//

Makam Kuburan Keramat Mbah Priok Habib Haddad TanjungpriokMakam Keramat Mbah Priok Habib Haddad Tanjungpriok

Tragedi Pengagungan Makam Keramat Mbah Priok

Negara Indonesia yang terkenal dengan jumlah umat Islamnya yang besar tercoreng dengan kejadian Tragedi Pengagungan Makam Keramat Mbah Priok di Tanjung Priok Jakarta tanggal 1 April 2010.

yang merupakan tempat dimakamkannya jasad seseorang telah dihiasi oleh syaitan sehingga bertambah fungsi menjadi tempat ibadah. Untuk lebih dalam mengetahui larangan menjadikan sebagai masjid bisa dibaca di Tragedi Pengagungan Kuburan Orang Shalih

Salah satunya adalah makam Syekh Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad atau disebut juga dengan Mbah Priok yang dimakamkan di Tanjung Priok Jakarta.

Banyak orang yang berziarah ke yang dianggap keramat ini dengan tujuan atau niat yang salah. Jika seseorang berziarah kubur, maka hanya ada dua tujuan yang benar untuk dilakukan di yaitu mengingat kematian dan mendoakan kebaikan bagi si mayit.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan hal ini dapat didengarkan dari kajian berikut ini. Semoga bermanfaat.

040. Bab sikap berlebihan terhadap kuburan orang sholeh_050205 Qc-Ust Asykari.mp3 (4.5MB) 040. Bab sikap berlebihan terhadap kuburan orang sholeh_050205 Qc-Ust Asykari.mp3

MasjidYangAdaKuburannya_UstadzAbdulBarr.mp3 (1.1MB) MasjidYangAdaKuburannya_UstadzAbdulBarr.mp3

001.Doa_di_Kuburan-Ust.Sukadi.mp3 (466.4KB) 001.Doa_di_Kuburan-Ust.Sukadi.mp3

Atau download kajian mengenai ibadah di dalam format zip berikut ini :

040. Bab sikap berlebihan terhadap kuburan orang sholeh_050205 Qc-Ust Asykari.zip (4.4MB) 040. Bab sikap berlebihan terhadap kuburan orang sholeh_050205 Qc-Ust Asykari.zip

001.Doa_di_Kuburan-Ust.Sukadi.zip (453.4KB) 001.Doa_di_Kuburan-Ust.Sukadi.zip

“Dimana banyak umat Islam yang tertipu dengan kisah, sejarah, cerita, mitos atau gelar Habaib / Habib yang dianggap memiliki karomah / menjadi wali Allah sehingga mereka diagung-agungkan baik semasa hidupnya terlebih setelah meninggal.”

Atas saran pembaca, bagian di atas memang sengaja kami potong karena tidak tepat jika tertulis pada susunan paragraph sebelumnya. Kami ucapkan jazakallah khairan atas sarannya.

Adapun kesalahan kami tersebut sebatas yang kami ketahui diantaranya : (agar dapat menjadi pelajaran bagi yang lain)

  • Penyebutan “banyak umat Islam”, oleh Ustadz Dzulqarnain sebaiknya penyebutan data seperti ini ditinggalkan karena telah memberikan tuduhan terhadap banyak umat Islam yang tentunya harus didukung dengan fakta.
  • Apabila diletakkan dalam susunan paragraph sebelum dan sesudahnya, maka hal ini berarti :
  1. Meragukan gelar Habib Haddad,
  2. Menilai masyarakat beranggapan bahwa Habib Haddad memiliki karomah atau menjadi wali Allah (yang mungkin masyarakat tidak beranggapan seperti ini),
  3. Atau menganggap Habib Haddad bukanlah seseorang yang memiliki karomah dan bukan pula wali Allah karena hal ini hanya anggapan masyarakat (yang mungkin juga penilaian ini salah sehingga beliau memiliki karomah dan menjadi wali Allah),
  4. Menyebutkan bahwa Habib Haddad diagung-agungkan ketika beliau hidup, yang berarti kita menuduh beliau rela dengan pengagungan yang berlebihan hingga membuka pintu kesyirikan sebagaimana yang tejadi sekarang ini.

Dimana semua point yang kami sebutkan di atas perlu data pendukung untuk mengetahui kebenarannya. Kami memohon ampun kepada Allah atas kesalahan kami ini dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat. Inti dari artikel ini adalah menyikapi permasalahan seseorang yang terlalu berlebihan mengagungkan orang shalih sehingga membuka pintu kesyirikan, adapun mengenai sejarah atau kisah Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad atau yang disebut juga sebagai Mbah Priok maka bukan kapasitas kami untuk membahasnya disini.

sumber : http://www.ilmoe.com/787/tragedi-pengagungan-kuburan-makam-keramat-mbah-priok-tanjung-priok-jakarta.html

September 11, 2010 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar

Khutbah Jum’at 2010 – Tragedi Pengagungan Kuburan Orang Shalih – Makam Keramat Habib Haddad Mbah Priok Dibela dengan Darah

Posted on 16/04/2010 by Al Ustadz Abu Karimah Askari

//

Makam / Kuburan yang Dianggap Keramat di Dalam MasjidMakam / Kuburan yang Dianggap Keramat di Dalam Masjid

Ringkasan materi kajian berikut sangat bagus untuk disampaikan dalam kotbah jumat ataupun kutbah kajian agar masyarakat memahami inti permasalahan mengenai larangan menganggap keramat (pengagungan) terhadap makam / kuburan orang shalih / wali Allah. Sehingga setelah dipahami inti dari permasalahan pengagungan kuburan orang shalih, masyarakat dapat menyikapi kejadian Tanjung Priok Berdarah – Pembelaan Terhadap Makam Keramat Habib Hadad Mbah Priok dengan adil. Foto-foto Tragedi Tanjung Priok Berdarah menunjukkan betapa bahayanya pengagungan kuburan orang shalih sampai darahpun tertumpah untuk membelanya.

Penjelasan Bahwa Sikap Berlebihan dalam Menyikapi Kuburan Orang Shalih dapat Menjadikannya Sebagai Sesembahan yang Disembah Selain Allah

Rasulullah bersikap keras terhadap orang yang beribadah kepada Allah tetapi melakukannya di kuburan orang shalih. Beliau juga melarang Yahudi dan Nashrani menjadikan kuburan orang shalih mereka sebagai Masjid. Hal ini dikarenakan pengagungan kuburan orang shalih ini termasuk salah satu sebab terbesar terjadinya kesyirikan.

Penafsiran Ibnu Abbas

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa´, yaghuts, ya´uq dan nasr”. Nuh : 23

Ibnu Abbas menafsirkan firman Allah diatas bahwa kelima orang shalih tersebut hidup di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat maka dibuatkanlah patung untuk mengenang kesalihan mereka, dan kuburan mereka dijadikan tempat i’tikaf. Maka syaitan menghiasi amalan ini sehingga masyarakat menganggapnya sebagai amalan yang bagus. Maka setelah berlalu beberapa generasi dan hilang ilmu bahwa patung tersebut hanya sekedar pengingat terhadap kesalihan orang tersebut, maka dijadikanlah patung-patung tersebut sebagai sesembahan selain Allah.

Nabi Berdoa Agar Kuburannya Tidak Dijadikan Berhala

Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al Muwatha’ bahwa Rasulullah bersabda, “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, sangat keras kemurkaan Allah terhadap kaum yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid.”

Hadits dengan riwayat Imam Malik ini terputus sanadnya, akan tetapi terdapat hadits yang lain yang tersambung sanadnya kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam. Diantaranya diriwayatkan oleh Imam Al Bazar dari sahabat Abu Sa’id Al Khudry bersambung terhadap Rasulullah. Dan diriwayatkan Imam Ahmad dari sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :

Ya Allah janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.

Sehingga hadits Imam Malik diatas secara umum dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani berdasarkan jalan-jalan yang lain.

Rasulullah berdoa seperti di atas karena khawatir apabila umat Islam terjatuh kepada kesyirikan setelah kematian Rasulullah baik dengan jalan menjadikan kuburan orang shalih sebagai masjid ataupun dengan sebab yang lain. Sehingga merupakan kesalahan bagi orang yang menganggap bahwa larangan pembuatan patung atau gambar orang shalih yang dikhawatirkan menjadi berhala yang disembah hanya berlaku bagi umat terdahulu saja. Dalam hadits disebutkan bahwa akan muncul suatu kaum dari umat Islam yang selalu mengikuti langkah-langkah Yahudi dan Nashrani, bahkan tatkala mereka masuk ke dalam lubang biawak, sekelompok umat Islam tersebut tetap mengikuti mereka. Dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada sebagian umat Islam yang menyembah berhala.

Doa Nabi di atas dikabulkan Allah, sebagaimana doa Nabi Ibrahim agar beliau dan keturunannya dijauhkan dari penyembahan terhadap berhala.

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ibrahim : 35

Salah satu hikmah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam dikuburkan di tempat beliau meninggal tidak di kuburan umum kaum muslimin adalah untuk menghindari terjadinya pengagungan kuburan beliau.

Makna Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid

Terdapat tiga makna menjadikan kuburan sebagai masjid, yaitu :

  • Membangun masjid di atas kuburan
  • Shalat di atas kuburan
  • Shalat menghadap kuburan

Dalam riwayat Imam Muhammad bin Jarir Ath Thabari ketika membawakan penafsiran Imam Mujahid (murid sahabat Ibnu Abbas) mengenai firman Allah :

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Laata dan Al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? An-Najm : 19 – 20

Makna Kata Al Laata

Terdapat dua cara dalam membaca kata Al Laata ini, yaitu :

  • اللت Al Laata (tanpa tasydid) = bermakna Al Ilah (sesembahan)
  • اللتّ Al Laatta (dengan tasydid) = bermakna orang yang membuat adonan roti

Mujahid membaca Al Laata dengan Al Laatta (dengan tasydid), sehingga ditafsirkan bahwa patung putih yang terdapat di Thaif dulunya sebagai orang yang membuatkan adonan roti (memberikan pelayanan, Khadimul Haramain) untuk para jama’ah haji yang datang ke Makkah dan Madinah, memiliki kebaikan yang banyak dan sangat disenangi masyarakat. Maka tatkala orang ini mati orang-orang menjadikan kuburannya sebagai tempat untuk i’tikaf.

Rasulullah Melarang Wanita Terlalu Sering Berziarah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah melaknat wanita yang berziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid dan yang memberikan lentera (lampu) di kuburan.

Akan tetapi hadits dengan lafadh di atas terdapat kelemahan, sedangkan dalam hadits Hasan bin Tsabit yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah dengan sanad yang lebih kuat disebutkan bahwa yang dilaknat adalah wanita yang sering menziarahi kubur, sehingga wanita kadang-kadang boleh berziarah kubur.

Kesimpulan

Kesimpulan dari ringkasan kajian di atas bahwa kita dilarang menjadikan kuburan orang shalih sebagai masjid baik dengan membangun masjid di atas kuburan, shalat di atas kuburan, shalat menghadap kuburan, ataupun ibadah-ibadah lain yang dilarang mengerjakannya di kuburan seperti membaca Al-Qur’an dan i’tikaf (berdiam diri). Karena mengerjakan ibadah-ibadah tersebut di kuburan orang shalih dan berlebihan dalam mengagungkannya merupakan salah satu pintu terbesar terjerumusnya seseorang dalam kesyirikan.

sumber : http://www.ilmoe.com/806/makam-keramat-habib-haddad-mbah-priok-dibela-dengan-darah-khutbah-jumat-2010-tragedi-pengagungan-kuburan-orang-shalih.html

September 11, 2010 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar

Berjalan Dengan Tenang ke Masjid


Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Jika kalian mendengar iqamat dikumandangkan, maka berjalanlah menuju shalat, dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang dan jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 117 dan Muslim no. 602)
Dari Abu Qatadah -radhiallahu anhu- dia berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ رِجَالٍ. فَلَمَّا صَلَّى, قَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالُوا: اسْتَعْجَلْنَا إِلَى الصَّلَاةِ. قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Ketika kami sedang shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tiba-tiba beliau mendengar suara gaduh beberapa orang. Maka setelah selesai, beliau bertanya, “Ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa mendatangi shalat.” Beliau pun bersabda, “Janganlah kalian berbuat seperti itu. Jika kalian mendatangi shalat maka datanglah dengan tenang, apa yang kalian dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 599 dan Muslim no. 603)

Penjelasan ringkas:
Ketika seorang muslim keluar dari rumahnya menuju masjid untuk mengerjakan shalat, maka sesungguhnya dia tengah keluar untuk mendatangi sebuah ibadah yang agung, dimana dia akan berdiri di hadapan Rabbnya. Karenanya sifat berjalannya dia menuju shalat hendaknya dalam keadaan khusyu’ dan tenang, hendaknya dia menghadirkan di dalam hatinya akan keagungan ibadah yang akan dia kerjakan tersebut. Yang mana hal ini bisa membantunya untuk bisa khusyu’ atau menambah khusyu’ di dalam shalatnya.
Maka kedua hadits di atas tegas memerintahkan untuk berjalan dengan tenang (bukan lambat) ke masjid atau ke tempat shalat. Sebagaimana kedua dalil di atas juga melarang dengan tegas sikap tergesa-gesa dalam menuju ke tempat shalat, walaupun dengan niat dan tujuan untuk mendapatkan rakaat atau jangan sampai menjadi masbuk. Bahkan beliau memberikan menyatakan, “Apa yang kalian dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah.” Maka ini termasuk dari dalil yang menunjukkan kemudahan syariat Islam.
Hal itu karena inti dari mengerjakan shalat adalah khusyu’ dan tenang, bukan semata-mata ditinjau dari harus mengikut imam dari awal. Sementara orang yang terburu-buru ke masjid kebanyakannya mereka nafas mereka terengah2 di awal shalatnya dan itu pasti akan berpengaruh pada kekhusyuan dan konsentrasi dia dalam shalat.
Kedua dalil di atas juga menunjukkan kelirunya amalan sebagian kaum muslimin tatkala mereka masbuk bersama-sama. Setelah imam salam, maka mereka semua berdiri untuk menambah rakaat yang tertinggal, lalu salah seorang di antara mereka ini maju ke depan menjadi imam yang baru. Ini adalah kekeliruan yang nyata, karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- memerintahkan bagi orang-orang yang masbuk, “Dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah,” yakni: Sempurnakanlah rakaat yang tertinggal oleh kalian sendiri-sendiri. Beliau tidak menyatakan, “Dan apa yang kalian tertinggal maka buatlah jamaah yang baru.” Wallahu a’lam.

http://al-atsariyyah.com/?p=1920#more-1920

Juli 23, 2010 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar

Keutamaan Bersegera Menuju Shalat


Abu Hurairah  berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwasanya Rasulullah -shalallahu alaihi wa alihi wasallam- bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Kalau seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya. Dan kalaulah mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan karena bersegera menuju shalat maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya). Dan kalaulah seandainya mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan dengan mengerjakan shalat isya dan subuh, maka  pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan merangkak.” (HR. Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 437)

Penjelasan ringkas:
Bersegera menuju ke masjid merupakan amalan yang sangat disunnahkan dengan beberapa alasan:
a.    Dia merupakan perbuatan bersegera dan berlomba-lomba menuju kepada kebaikan, dan ini merupakan sifatnya para nabi dan orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala menyatakan, “Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 61) Allah Ta’ala juga berfirman, “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan, mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. “ (QS. Ali Imran: 114) Allah Ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya`: 90) Allah Ta’ala juga berfirman, “Maka berlomba-lombalah kalian (dalam membuat) kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148 dan Al-Maidah: 48)
b.    Bisa mendapatkan shalat berjamaah sejak dari takbiratul ihram dan tidak ketinggalan satu rakaat pun.
c.    Bisa mendapatkan shaf yang pertama, dengan pahala yang dijanjikan pada hadits di atas.
d.    Pahala menunggu shalat bisa lebih banyak dia dapatkan. Karena jika dia datang ke masjid jauh sebelum iqamat dikumandangkan maka berarti selama itu dia menunggu shalat, dan selama itu pula pahala shalat mengalir untuk dirinya.
Karenanya, bagi yang tidak mempunyai urusan setelah maghrib, maka disunnahkan baginya untuk tidak pulang, akan tetapi dia tinggal di masjid untuk menunggu shalat isya, sambil dia isi dengan ibadah lainnya. Demikian pula antara zuhur dengan ashar dan antara ashar dengan maghrib.
Maka termasuk amalan mulia di zaman ini adalah adanya majelis ilmu yang diadakan habis maghrib atau habis ashar, karena hal tersebut akan mendorong yang menghadirinya untuk menunggu waktu shalat berikutnya.
e.    Selamat dari ancaman Nabi -alaihishshalatu wassalam-:
لَا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ
“Terus-menerus suatu kaum membiasakan diri untuk terlambat mendatangi shalatnya, sampai Allah juga akan mengundurkan mereka (untuk masuk ke dalam surga).” (HR. Muslim no. 662 dari Abu Said Al-Khudri )

Keutamaan lain yang tersebut dalam dalil-dalil di atas:
1.    Keutamaan shalat berjamaah dibandingkan shalat sendiri.
2.     Keutamaan menyempurnakan wudhu.
3.    Keutamaan berwudhu di rumah sebelum ke masjid, dan bukannya berwudhu setelah tiba di masjid. Ini karena pahala yang tersebut dalam hadits Abu Hurairah yang pertama di atas, hanya bisa didapatkan oleh orang yang berwudhu dari rumahnya dan memang niatnya keluar adalah untuk shalat. Wallahu a’lam.
4.    Keutamaan memperbanyak langkah kaki ke masjid, baik pergi maupun pulangnya.
5.    Keutamaan untuk berdiam di tempat shalatnya setelah dia selesai shalat, yaitu para malaikat akan mendoakan ampunan dan rahmat baginya. Adapun yang berpindah dari tempat shalat (wajib)nya menuju ke depan atau ke belakang, maka keutamaan ini tidak dia dapatkan, walaupun dia berpindah dengan tujuan untuk shalat sunnah di situ.
Karenanya sehabis shalat hendaknya dia tidak meninggalkan tempatnya, akan tetapi dia berzikir dan shalat sunnah di tempatnya itu.
6.    Keutamaan shalat isya dan subuh. Wallahu a’lam.

http://al-atsariyyah.com/?p=1923

Juli 22, 2010 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar

Shalat Tahiyatul Masjid


Dari Abu Qatadah  dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Al-Bukhari no. 537 dan Muslim no. 714)
Dari Jabir bin Abdullah -radhiallahu anhu- dia berkata:
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ, فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا! ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
“Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia pun duduk. Maka beliau pun bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan.” (HR. Al-Bukhari no. 49 dan Muslim no. 875)

Penjelasan ringkas:
Berikut beberapa masalah berkenaan dengan shalat tahiyatul masjid secara ringkas:
1.    Para ulama bersepakat akan disyariatkannya shalat 2 rakaat bagi siapa saja yang masuk masjid dan mau duduk di dalamnya. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya: Mayoritas ulama berpendapat sunnahnya dan sebagian lainnya berpendapat wajibnya. Yang jelas tidak sepatutnya seorang muslim meninggalkan syariat ini.
2.    Syariat ini berlaku untuk siapa saja, lelaki dan wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. (Al-Majmu’: 4/448)
3.    Syariat ini berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Sehingga orang yang masuk masjidil haram tetap disyariatkan baginya untuk melakukan tahiyatul masjid jika dia ingin duduk. Adapun hadits yang masyhur di lisan manusia, “Tahiyat bagi Al-Bait (Ka’bah) adalah tawaf,” maka tidak ada asalnya. (Lihat Adh-Dhaifah no. 1012 karya Al-Albani -rahimahullah-)
4.    Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Karenanya maksud ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Karenanya, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk.
Karenanya suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadits ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’, akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat 2 rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah azan lalu shalat qabliah atau sunnah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya.
5.    Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut pendapat yang paling kuat di kalangan ulama. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i dan selainnya, dan yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Asy-Syaikh Ibnu Baz, dan Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumullah-.
6.    Orang yang duduk sebelum mengerjakan tahiyatul masjid ada dua keadaan:
a.    Sengaja tidak tahiyatul masjid. Maka yang seperti ini tidak disyariatkan baginya untuk berdiri kembali guna mengerjakan tahiyatul masjid, hal itu karena waktu pengerjaannya telah lewat.
b.    Dia lupa atau belum tahu ada shalat tahiyatul masjid. Maka yang seperti ini disyariatkan bagi dia untuk segera berdiri dan shalat tahiyatul masjid, berdasarkan kisah Sulaik pada hadits Jabir di atas. Akan tetapi ini dengan catatan, selang waktu antara duduk dan shalatnya (setelah ingat/tahu) tidak terlalu lama. (Fathul Bari: 2/408)
7.    Jika seorang masuk masjid ketika azan dikumandangkan maka:
a.    Jika hari itu adalah hari jumat dan imam sudah di atas mimbar, hendaknya dia shalat tahiyatul masjid dan tidak menunggu sampai muazzin selesai. Hal itu karena mendengar khutbah adalah wajib. Hanya saja hendaknya dia memperpendek shalatnya, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Jabir di atas.
b.    Jika selain dari itu maka hendaknya dia menjawab azan terlebih dahulu baru kemudian shalat tahiyatul masjid, agar dia bisa mendapatkan kedua keutamaan tersebut.
Wallahu a’lam bishshawab

http://al-atsariyyah.com/?p=1926#more-1926

Juli 22, 2010 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar

Asy Syariah

Januari 21, 2010 Posted by | Uncategorized | 1 Komentar